Setiap tahun, umat Buddha di seluruh dunia memperingati Hari Raya Waisak dengan penuh khidmat dan sukacita. Namun, lebih dari sekadar perayaan seremonial, Waisak menyimpan makna mendalam yang menjadi landasan spiritual bagi para pengikut Buddha. Memahami esensi Waisak membantu kita menghayati ajaran Buddha dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Secara harfiah, “Waisak” diambil dari bahasa Pali “Vesakha,” yang merujuk pada bulan dalam kalender Buddhis. Perayaan ini secara khusus memperingati tiga peristiwa suci yang terjadi pada bulan yang sama dalam kehidupan Buddha Siddhartha Gautama, yaitu:
- Kelahiran Pangeran Siddhartha: Di Taman Lumbini, Nepal, lahirlah seorang pangeran yang kelak menjadi Buddha. Kelahirannya membawa harapan akan pencerahan dan kebebasan dari penderitaan bagi umat manusia.
- Pencapaian Penerangan Sempurna (Bodhi): Di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya, India, Pangeran Siddhartha mencapai pencerahan sempurna dan menjadi Buddha, “Yang Maha Tahu” atau “Yang Tercerahkan.” Momen ini menandai penemuan Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Tengah yang menjadi inti ajaran Buddha.
- Parinirvana (Wafatnya Buddha): Di Kushinagar, India, Buddha Gautama menghembuskan napas terakhirnya. Meskipun merupakan perpisahan fisik, Parinirvana bukanlah akhir, melainkan pencapaian kebebasan mutlak dari siklus kelahiran dan kematian.
Ketiga peristiwa agung ini, yang dikenal sebagai “Trisuci Waisak,” menjadi fokus utama perayaan. Melalui perenungan dan praktik spiritual, umat Buddha mengenang kembali perjalanan hidup Buddha, memahami ajaran-ajarannya, dan berusaha untuk meneladani jejaknya.
Lebih dari sekadar mengenang sejarah, Waisak adalah momentum untuk merefleksikan diri dan memperdalam pemahaman tentang Empat Kebenaran Mulia:
- Dukkha (Kebenaran tentang Penderitaan): Hidup tidak terlepas dari penderitaan dalam berbagai bentuknya.
- Samudaya (Kebenaran tentang Asal-Usul Penderitaan): Penderitaan berakar pada keinginan dan keterikatan yang tidak terkendali.
- Nirodha (Kebenaran tentang Terhentinya Penderitaan): Penderitaan dapat dihentikan dengan melenyapkan keinginan dan keterikatan.
- Magga (Kebenaran tentang Jalan Menuju Terhentinya Penderitaan): Jalan untuk mengakhiri penderitaan adalah melalui Delapan Jalan Utama (Ariya Atthangika Magga).
Perayaan Waisak seringkali diisi dengan berbagai kegiatan seperti puja bakti di vihara, meditasi, mendengarkan Dhamma (ajaran Buddha), berbuat kebajikan (dana), serta pelepasan satwa sebagai simbol welas asih. Semua kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan batin, menumbuhkan kebijaksanaan, dan mempererat tali persaudaraan antar sesama.
Di Indonesia, perayaan Waisak secara nasional biasanya dipusatkan di Candi Borobudur, sebuah mahakarya arsitektur Buddhis yang menjadi simbol kejayaan agama Buddha di masa lalu. Ribuan umat Buddha dari berbagai penjuru berkumpul untuk mengikuti rangkaian acara yang sakral dan penuh makna.
Memahami makna Waisak mengajak kita untuk tidak hanya merayakan secara ritualistik, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya. Waisak adalah panggilan untuk mengembangkan kesadaran diri, welas asih, kebijaksanaan, dan kedamaian dalam diri sendiri dan menebarkannya kepada dunia. Dengan menghayati makna Waisak, kita dapat mengambil inspirasi dari Buddha untuk menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan membawa manfaat bagi sesama.