Setiap tanggal 1 Oktober, halaman-halaman sekolah di seluruh Indonesia diselimuti suasana khidmat. Bukan sekadar rutinitas upacara, apel pagi yang diselenggarakan di hari ini mengusung makna yang sangat mendalam: Peringatan Hari Kesaktian Pancasila.
Melalui kegiatan ini, sekolah tidak hanya menunaikan kewajiban sejarah, tetapi juga membentuk Apel Siaga—sebuah komitmen kolektif untuk menjaga Pancasila, warisan ideologi bangsa, dari segala bentuk ancaman.
Memahami Makna di Balik Peringatan 1 Oktober
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila adalah momentum untuk mengenang tragedi kelam yang terjadi pada malam 30 September hingga 1 Oktober 1965, yang dikenal sebagai Gerakan 30 September (G30S). Dalam peristiwa tersebut, terjadi upaya makar yang bertujuan mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi lain (Komunisme).
Meskipun menghadapi ancaman yang sangat besar dan hilangnya tujuh Pahlawan Revolusi, Pancasila terbukti “sakti”—ia tidak goyah dan tetap tegak sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Bukan Sekadar Mengenang, Tapi Meneguhkan Ikrar
Apel siaga yang diadakan di sekolah-sekolah memiliki fungsi ganda:
- Refleksi Sejarah: Mengingatkan peserta didik akan pengorbanan para pahlawan dan bahaya laten ideologi anti-Pancasila.
- Peneguhan Ikrar: Menyatukan seluruh warga sekolah—guru, staf, dan siswa—dalam satu Ikrar Kesetiaan untuk senantiasa membela dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila.
Peran Pelajar sebagai Garda Terdepan Penjaga Pancasila
Di era digital dan globalisasi, ancaman terhadap Pancasila tidak lagi berupa gerakan bersenjata, melainkan berupa perang narasi dan ancaman ideologi modern seperti radikalisme, intoleransi, dan polarisasi sosial melalui media sosial. Di sinilah peran pelajar menjadi krusial.
Apel siaga 1 Oktober menegaskan bahwa menjaga Pancasila bagi pelajar berarti:
1. Menghidupkan Sila Persatuan Indonesia
Tantangan terbesar di lingkungan sekolah adalah intoleransi dan diskriminasi. Menjaga Pancasila berarti menolak perundungan (bullying), berteman tanpa memandang suku, agama, ras, dan status sosial. Dalam Apel Siaga, siswa diingatkan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah realitas sehari-hari yang harus dirawat melalui toleransi dan persaudaraan sejati.
2. Membumikan Sila Keadilan Sosial
Pelajar mengamalkan Pancasila dengan cara menjunjung tinggi keadilan dan hak sesama di kelas maupun di organisasi sekolah. Ini berarti adil dalam berbagi tugas, tidak bersikap curang, dan berani menyuarakan kebenaran. Keadilan dimulai dari lingkungan terdekat: meja belajar dan ruang kelas.
3. Mempraktikkan Kerakyatan yang Dipimpin Hikmat Kebijaksanaan
Di sekolah, nilai ini diwujudkan melalui musyawarah dan mufakat. Pelajar harus belajar berdiskusi, menerima perbedaan pendapat, dan mencari solusi terbaik untuk kepentingan bersama, baik saat rapat OSIS maupun saat menentukan rencana kerja kelompok. Sikap ini melatih mereka menjadi pemimpin masa depan yang bijaksana dan demokratis.
Tindak Lanjut Setelah Apel Siaga
Apel Siaga 1 Oktober bukanlah akhir, melainkan awal dari komitmen baru. Setelah barisan dibubarkan, semangat menjaga Pancasila harus dibawa ke dalam aktivitas harian:
- Tugas Belajar: Pelajar didorong untuk memperdalam pemahaman mereka terhadap sejarah Pancasila dan filsafatnya melalui mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
- Etika Digital: Mengamalkan nilai-nilai Pancasila di media sosial—menolak hoaks, menghindari ujaran kebencian, dan menyebarkan konten yang positif dan mempersatukan.
- Aksi Nyata: Mengadakan kegiatan sosial, kebersihan lingkungan, atau program inklusif yang secara nyata merefleksikan gotong royong dan kemanusiaan yang adil.
Pancasila adalah fondasi sekaligus kompas moral bangsa. Bagi pelajar, Apel Siaga 1 Oktober adalah pengingat tegas: Anda adalah pewaris dan penjaga ideologi ini. Kesiagaan Anda hari ini menentukan keutuhan dan kejayaan Indonesia di masa depan.