Ada filosofi yang disematkan serta makna yang menarik untuk dipahami. Berikut tujuh filosofi keistimewaan Yogyakarta dan maknanya.
- Hamemayu Hayuning Bawana
Falsafah Hamemayu Hayuning Bawana dicetuskan oleh Sultan Agung, yang memiliki asas harmoni, kelestarian, lingkungan, sosial budaya. Konsep ini sejatinya mengupayakan keselamatan, memelihara kehidupan, menjaga alam dari kerusakan, serta mempertahankan keseimbangan hubungan antar makhluk di dunia.
Dalam praktiknya, Keraton selalu mengajak rakyat untuk mengedepankan kelestarian kehidupan yang harmonis antara alam dan manusia. Karena di dunia ini makhluk tidak hanya manusia, tetapi juga tanaman, hewan, sungai, gunung, dan laut.
Contohnya dapat terlihat pada kegiatan Merti Kali (bersih sungai). Selain merupakan upaya untuk menjaga lingkungan sungai, juga menciptakan sinergi yang positif antarmakhluk hidup.
- Sangkan Paraning Dumadi
Falsafah ini diambil dari bahasa Jawa kuno. Secara bahasa, sangkan artinya asal muasal, paran artinya tujuan, dan dumadi artinya menjadi, yang menjadikan, atau pencipta. Jadi falsafah Sangkan Paraning Dumadi berarti keyakinan bahwa Tuhan ialah asal-muasal dan tempat kembali segala sesuatu.
Konsep Sangkan Paraning Dumadi diwujudkan dalam tiga susunan sumbu filosofis yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu garis imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi, Keraton, dan Pantai Selatan.
- Manunggaling Kawula Lan Gusti
Manunggaling Kawula Lan Gusti memberikan pemahaman bahwa manusia adalah salah satu alat Tuhan untuk merawat alam semesta. Ketika manusia mampu menyerahkan hidup sepenuhnya pada Tuhannya secara tulus dan ikhlas.
Dalam hal kepemimpinan, filosofi ini akan menjadikan seorang pemimpin sadar bahwa dirinya adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk menjaga dan merawat rakyatnya. Demikian pula rakyat bisa menyadari bahwa Tuhan menjaga mereka melalui pemimpinnya.
- Takhta untuk Rakyat
Filosofi yang ini masih berkaitan dengan filosofi sebelumnya, Manunggaling Kawula Lan Gusti. Bahwa Keraton sebagai simbol pemimpin rakyat selalu berpihak, bersama, menyatu dengan rakyatnya. Keraton akan selalu menjadi bagian dari rakyat dan sama-sama memperjuangkan kualitas kehidupan menuju masa depan.
- Poros Imajiner
Seperti dijelaskan sebelumnya, Poros Imajiner divisualisasikan dalam wujud tiga tempat istimewa di Yogyakarta yang meliputi Gunung Merapi, Tugu Yogyakarta, Keraton, Panggung Krapyak, dan Pantai Selatan. Poros Imajiner melambangkan keselarasan dan keseimbangan di alam. Alam di sini terdiri dari lima aspek yaitu api dari gunung Merapi, tanah dari bumi Ngayogyakarta, air dari Pantai Selatan, angin dan angkasa.
Sehingga filsafah Poros Imajiner dapat dimaknai sebuah harmonisasi antara lingkungan dan fisik, yaitu keseimbangan dalam hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam.
- Sumbu Filosofis
Ada dua makna dari filsafah Sumbu Filosofis ini, yang pertama melambangkan perjalanan manusia kembali ke Sang Pencipta. Di kota Jogja, filsafah ini ditafsirkan dalam tata kota yakni dari Penggal jalan Mangkubumi–Malioboro–Ahmad Yani–Trikora.
Sedangkan makna kedua dari Sumbu Filosofis melambangkan proses bertumbuhnya manusia dari lahir, anak-anak, hingga masa kedewasaan. Filsafah ini ditafsirkan di Penggal jalan Gading–DI Panjaitan.
- Catur Gatra Tunggal
Catur Gatra Tunggal memiliki arti empat susunan yang terdiri atas: Keraton, Masjid, Alun-alun, dan Pasar. Di Yogyakarta, filosofi ini diterapkan dalam konsep pembentukan Inti Kota. Catur Gatra Tunggal adalah elemen pembentuk identitas Yogyakarta sebagai daerah istimewa.
Sumber https://jogja.idntimes.com/