Belakangan ini, istilah “Megathrust” sering menghiasi tajuk berita di Indonesia. Banyak yang merasa khawatir, namun penting bagi kita untuk memahami apa sebenarnya fenomena ini agar tidak terjebak dalam kepanikan yang tidak perlu.

Apa Itu Gempa Megathrust?

Secara etimologi, Mega berarti besar dan Thrust berarti dorongan. Dalam ilmu geofisika, Megathrust adalah zona pertemuan dua lempeng tektonik bumi di mana satu lempeng (biasanya lempeng samudra) menyusup ke bawah lempeng lainnya (lempeng benua). Proses ini disebut dengan subduksi.

Karena gesekan yang sangat kuat, kedua lempeng ini tidak bergerak dengan mulus. Mereka seringkali “terkunci” dan menimbun energi yang sangat besar selama puluhan hingga ratusan tahun. Ketika batuan di zona tersebut tidak lagi mampu menahan tekanan, energi itu terlepas secara tiba-tiba, menciptakan gempa bermagnitudo besar (biasanya di atas M 8,0) dan berpotensi memicu tsunami.

Mengapa Indonesia Memiliki Zona Ini?

Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng besar dunia: Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik. Hal ini membuat Indonesia dikelilingi oleh busur zona subduksi yang sangat panjang. Berdasarkan data terbaru tahun 2024/2025, para ahli mengidentifikasi adanya 14 zona megathrust di Indonesia, di antaranya:

  • Megathrust Aceh-Andaman: (Potensi M 9,2) – Pernah pecah pada 2004.

  • Megathrust Selat Sunda: (Potensi M 8,7) – Salah satu yang saat ini menjadi perhatian karena sudah lama tidak melepaskan energinya (seismic gap).

  • Megathrust Jawa (Barat-Tengah-Timur): (Potensi hingga M 8,9).

  • Megathrust Mentawai-Siberut: (Potensi M 8,9).

  • Zona Lain: Termasuk Sumba, Sulawesi Utara, Laut Banda, dan Papua.

Meluruskan Istilah “Tinggal Menunggu Waktu”

Pernyataan BMKG bahwa gempa megathrust “tinggal menunggu waktu” sering disalahartikan sebagai ramalan akan terjadi bencana dalam beberapa hari ke depan. Secara ilmiah, maksudnya adalah:

  1. Seismic Gap: Wilayah tersebut sudah sangat lama tidak mengalami gempa besar, sehingga secara statistik, akumulasi energinya sudah cukup untuk dilepaskan.

  2. Kepastian Geologis: Gempa bumi adalah siklus alam. Pasti akan terjadi lagi di masa depan, namun teknologi manusia saat ini belum bisa memprediksi tanggal dan jam pastinya.


Tabel: Perbedaan Gempa Biasa vs Megathrust

Karakteristik Gempa Tektonik Biasa Gempa Megathrust
Lokasi Patahan di darat atau laut dangkal Zona subduksi (lepas pantai)
Kedalaman Dangkal hingga dalam Dangkal di area pertemuan lempeng
Magnitudo Bervariasi (Kecil – Besar) Sangat Besar (bisa > M 8,5)
Potensi Tsunami Rendah (kecuali ada longsor bawah laut) Sangat Tinggi

Langkah Mitigasi: Apa yang Harus Kita Lakukan?

Ketakutan tidak akan menyelamatkan kita, namun persiapan bisa. Berikut adalah langkah konkretnya:

  • Pahami Lokasi: Cari tahu apakah daerah tempat tinggalmu masuk dalam zona rawan tsunami atau tidak.

  • Bangunan Tahan Gempa: Pastikan struktur rumah cukup kuat atau setidaknya gunakan bahan yang ringan untuk atap.

  • Tas Siaga Bencana (TSB): Siapkan tas berisi dokumen penting, senter, air minum, obat-obatan, dan makanan instan untuk minimal 3 hari.

  • Edukasi “20-20-20”: Jika terjadi gempa selama 20 detik, jangan tunggu sirine, segera evakuasi ke tempat dengan ketinggian minimal 20 meter karena kamu hanya punya waktu sekitar 20 menit sebelum tsunami sampai ke daratan.

Kesimpulan

Megathrust bukanlah “kiamat”, melainkan fenomena geologis alami dari Bumi yang dinamis. Hidup di Indonesia berarti hidup berdampingan dengan risiko ini. Dengan literasi yang benar dan mitigasi yang matang, kita bisa meminimalisir dampak dan tetap hidup dengan tenang.